Kamis, 26 Oktober 2017

DRAFT PROPOSAL


Nama              : Siti Miftahul Jannah
Nim                 : 10538300114
Jurusan           : Pendidikan Sosiologi
Tema               : Toleransi Agama
 

BAB I PENDAHULUAN
Manusia sejatinya adalah makhluk sosial yang mana tidak bisa bertahan hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia dalam kehidupannya memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu, dan makhluk sosial-budaya[1] yang saling berkaitan dimana kepada Tuhan memiliki kewajiban untuk mengabdi, sebagai individu harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai makhluk sosial-budaya harus hidup berdampingan dengan orang lain dalam kehidupan yang selarasdan saling membantu.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut mmenyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi, maka seseorang tidak disebut lagi sebagai individu. Bila seseorang hanya tinggal raga, fisik, atau jasmaninya saja, maka dia tidak dikatakan sebagai individu. Manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi, sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, serta keutuhan raga dan jiwanya.
Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku yang bersangkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai ia adalah dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri. Individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup maka muncul struktur masyarakat yang akan menentukan kemantapan masyarakat. Konflik mungkin terjadi karena pola tingkah laku spesifik dirinya bercorak bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat dari dirinya.[2]
Manusia sebagai makhluk sosial-budaya yang hidup dimasyarakat adalah senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Praktik hidup dimasyarakat diwarnai terjalinnya interaksi antara manusia dalam masyarakat, baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi, maupun organisasi dengan organisasi yang tampak dalam pranata dan lembaga-lembaga sosial.[3]
Lembaga-lembaga sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat akan memfasilitasi bagaimana hubungan itu terjadi dan bagaimana kepentingan masyarakat bisa tersalurkan dan terakomodasi. Keragaman yang terdapat dalam suatu masyarakat juga mampu mewarnai bagaimana manusia sebagai actor sosial mampu berinteraksi dengan orang lain. Ilustrasi diatas menggambarkan bahwa dalam sebuah masyarakat terkandung suatu struktur yang dapat dikenali oleh siapa saja yang mempelajari dan berada dalam kehidupan sosial.
Masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki struktur yang khas berbeda dengan struktur masyarakat lain. Bangunan struktur masyarakat Indonesia memberikan sarana dan fasilitas bagaimana masyarakat Indonesia mampu berinteraksi dengan memanfaatkan potensi keragaman yang ada di dalamnya sehingga terbangun ‘kekuatan besar’ dalam bentuk integrasi masyarakat.
Kondisi geografis dan sosial budaya nusantara lebih banyak mewarnai corak kehidpan bangsa Indonesia. Sebuah ungkapan lama, namun tetap penting untuk kita catat sampai hari ini, bahwa masyarakat Indonesia adalah bersifat majemuk (pluralistis). Kemajemukan masyarakat Indonesia itu ditandai oleh beberapa faktor, yang antara lain oleh perbedaan suku, agama, ras/etnis dan antar golongan (SARA) serta kebudayaan local dan kepentingan yang beraneka ragam.
Sebagai konsekuensi masyarakat yang pluralis, masyarakat Indonesia secara geografis dan cultural memiliki kebudayaan yang beragam. Keberagaman budaya ini disebabkan antara lain karena kondisi geografis wilayah Indonesia dan letak kepulauan Indonesia yang berposisi pada jalan silang dunia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Wilayah Indonesia yang terdiri dari lebih 17.504 pulau besar dan kecil yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh selat yang bertebaran di daerah ekuator sepanjang sekitar 3000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1000 mil dari Utara ke Selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terbentuknya keberagaman budaya. Dalam pandangan determinisme geografis, perbedaan kondisi lingkungan goegrafis banyak menentukan kebudayaan orang-orang yang bertempat tinggal di lingkungan geografis itu.
Sebagai Negara-bangsa (nation­-state), Indonesia dihadapkan pada kenyataan heterogenitas atau kebinekaan masyarakat sebagai warga Negara. Ini realitas pluralism masyarakat yang merupakan kenyataan sejarah bangsa. Salah satu bentuk pluralitas tersebut adalah pluralism agama yang pada dasarnya setiap agama membawa kedamaian dan keselarasan hidup. Namun pada kenyataannya, agama yang tadinya berfungsi sebagai pemersatu tak jarang menjadi suatu unsur konflik. Hal tersebut disebabkan adanya truth claim atau klaim kebenaran pada setiap penganutnya.[4]
Dalam agama Islam sendiri terdapat pedoman bagi umat dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Pedoman tersebut adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist yang beridi nilai-nilai yang dapat dijadikan dasar untuk berbuat baik ketika berhubungan dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitarnya. Al-Qur’an mengatur bagaimana manusia berperilaku, menggali dan memanfaatkan sumber daya alam, bahkan Al-Qur’an mengatur bagaimana menjalani hidup bersama dengan orang lain yang berbeda agama atau keyakinan.
Sebagai ajaran yang rahmatan lil ‘alamin atau menjadi rahmat bagi semesta alam, Al-Qur’an tidak mengajarkan kepada umat Islam untuk menebarkan bibit permusuhan, baik kepada sesama agama maupun kepada umat agama lain. Al-Qur’an juga tidak membenarkan berbagai tindakan atau aksi yang mengatasnamakan “membela” Islam. Al-Qur’an memang menegaskan bahwa Islam adalah agama yang paling benar menurut Allah. Namun, klaim pembenaran (truth claim) ini bukan berarti memperbolehkan umat Islam untuk membunuh penganut agama lain di luar Islam.
Dalam menyikapi perbedaan agama, Al-Qur’an menekankan pentingnya sikap toleransi (tasamuh) kepada mereka yang berbeda agama. Sebab, perbedaan (termasuk perbedaan agama) merupakan sebuah keniscayaan (sunnatullah) yang tidak mungkin bisa ditolak.
Sebenarnya, Allah Mahakuasa untuk menjadikan semua agama itu satu saja, tetapi kenapa Allah tidak melakukannya? Apa tujuan penciptaan berbagai agama itu? Al-Qur’an menjawabnya dengan indah:

وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُۖ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡحَقِّۚ لِكُلّٖ جَعَلۡنَا مِنكُمۡ شِرۡعَةٗ وَمِنۡهَاجٗاۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمۡ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ وَلَٰكِن لِّيَبۡلُوَكُمۡ فِي مَآ ءَاتَىٰكُمۡۖ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ ٤٨
Terjemahnya:
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS. Al-Maidah:48).

Dari ayat itu kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, agama itu berbeda-beda dari segi aturan (syariat) dan pandangan hidupnya (akidah). Karena itu, pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Kedua, Tuhan tidak menghendaki kita semua menganut agama yang tunggal. Keragaman agama itu dimaksudkan untuk menguji kita semua. Ujian-Nya adalah sebarapa banyak kita memberikan kontribusi kebaikan kepada umat manusia. Setiap agama disuruh bersaing dengan agama lain dalam memberikan kontribusi kepada kemanusiaan (al-akhirat).
Ketiga, semua agama itu kembali kepada Allah. Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, dan Nasrani kembalinya kepada Allah. Adalah tugas dan wewenang Tuhan untuk menyelesaikan perbedaan diantara berbagai agama. Kita tidak boleh mengambil alih Tuhan untuk menyelesaikan perbedaan agama dengan cara apapun, termasuk dengan fatwa (Jalaluddin Rakhmat, 2006:33-34).
Disinilah, pentingnya membangun toleransi (tasamuh) antarumat beragama. Dengan toleransi, pluralitas dan perbedaan agama dipandang sebagai sunnatullah yang tidak akan pernah berubah sama sekali dan selamanya, karena merupakan kodrat Tuhan dan kenyataan kehidupan yang tak terbantahkan. Toleransi terhadap pluralitas juga menghendaki sikap saling memahami (mutual understanding), dan saling menghargai (mutual respect).
Berpijak pada pemikiran tersebut, penulis ingin mencoba menguraikan teologi Islam dan Kristen mengenai pluralisme agama di salah satu kecamatan sehingga penulis mengangkat tema “Toleransi Agama”.



[1] Setiadi, Elly M dkk :Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.(Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2017),hlm.50.
[2] Soelaeman,  M. Munandar:Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial.(Bandung: Refika Aditama, 2015), hlm.114.
[3] Hakim, Suparlan Al:Pengantar Studi Masyarakat Indonesia.(Malang:Madani,2015),hlm.2.
[4] Maryama, Ima:Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama.(Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), hlm.129.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar