“PERKELAHIAN KELOMPOK (TAWURAN)
SEBAGAI BENTUK FENOMENA SOSIAL DI KALANGAN PELAJAR”
KELOMPOK
I
Suardi
Edianto
Siti Miftahul Jannah
Andi Neneng Ambarwati
Nama Dosen : Lisnawati Ali,
S.Pd., M.Pd
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkelahian
kelompok antar remaja adalah suatu bentuk tindakan kekerasan atau agresi yang
di lakukan oleh suatu kelompok remaja dengan kelompok remaja yang lain dimana
mereka berusaha untuk menyingkirkan pihak lawan dengan menghancurkan atau
membuat mereka tidak berdaya. Perkelahian kelompok antar remaja disebabkan oleh
suatu bentuk pengabaian psikis tertentu kemudian mereka melakukan mekanisme
kompensatoris guna menuntut perhatian lebih, khususnya untuk mendapatkan pengakuan
lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak
mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyarakat
luas. Biasanya perilaku mereka juga di dorong oleh kompensasi pembalasan
terhadap perasaan-perasaan inferior/min-pleks, untuk kemudian di tebus dalam
bentuk tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan perlakuan lebih
terhadapnya.
Perkelahian
kelompok antar remaja ini merupakan perilaku yang menyimpang dan melanggar
norma yang ada dalam masyarakat. Perkelahian kelompok antar remaja ini
menimbulkan berbagai dampak negative baik bagi para remaja yang terlibat dalam
perkelahian tersebut maupun masyarakat. Maka dari itu perlu adanya
kepedulian dari pihak keluarga, sekolah, maupun masyarakat untuk menanggulangi
perkelian kelompok antar remaja.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan perkelahian antar kelompok (tawuran)?
2. Apa
faktor yang menyebabkan terjadinya perkelahian?
3. Apa
saja dampak dari perkelahian antar kelompok (tawuran)?
4. Bagaimana
solusi dari perkelahian antar kelompok (tawuran) dikalangan pelajar ?
C.
Tujuan
1.
Memahami apa yang dimaksud dengan perkelahian antar kelompok
(tawuran).
2.
Memahami faktor yang menyebabkan
terjadinya perkelahian.
3.
Memahami dampak dari perkelahian antar
kelompok (tawuran).
4.
Mengetahui solusi dari perkelahian antar
kelompok (tawuran) dikalangan pelajar .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Tawuran
dalam kamus bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi
banyak orang. Sedangkan pelajar adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga
apabila kita menarik garis besarnya yaitu perkelahian antar banyak orang yang
tugas pelakunya adalah manusia yang sedang belajar. Ironis memang orang yang
sedang belajar melakukan perkelahian, namun itu kenyataan yang terjadi.
Menurut
Sofyan S, Willis (2005) perkelahian adalah merupakan suatu perbuatan yang
mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dimana perkelahian menunujukkan
tindakan dari kedua belah pihak secara bersamaan. Sebagaimana kita ketahui
bahwa perkelahian antar pelajar melibatkan beberapa orang pelajar yang turut
serta baik dalam perkelahian maupun dalam penyerangan. Jadi, perkelahian antar
pelajar adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang pelajar yang
dilakukan secara beramai-ramai (massal), baik perbuatan tersebut dilakukan
secara memukul, menendang, menusuk dengan pisau tumpul dan benda tajam yang
mana semua itu dapat mengakibatkan rasa derita pada orang lain yang menjadi
korban.
Secara
psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai
salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja,
dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu
situasional dan sistematik.
- Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
- Sedangkan
pada delikuensi sistematik, para
remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu
atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti
angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat
melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
B.
Faktor
Penyebab Terjadinya Perkelahian Kelompok (Tawuran)
Dalam
pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan
di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat)
dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja
terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor
internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang
mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di
sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan
semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.
Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja
yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi
memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya.
Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan
diri dari
masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor
keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar
orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat
remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal
yang wajar kalau melakukan kekerasan yang sama. Sebaliknya, orang tua yang
terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang
tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu
bergabung dengan teman-temannya, banyak anak akan menyerahkan dirinya secara
total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
Selain itu suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak
menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya
psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Menurut Hirschi (dalam
Mussen dkk, 1994)
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah
satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai
figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Sehingga peran besar
keluarga dituntut untuk memberikan contoh yang baik agar anak-anak tidak
mencari perilaku menyimpang seperti tawuran pelajar.
3. Faktor
sekolah
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga
yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu
harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang
tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton,
peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas
praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar
sekolah bersama teman-temannya. Setelah itu masalah pendidikan, di mana guru
jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai
penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya
juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam mendidik
siswanya. Bagi Durkheim, sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting dan
sangat khusus untuk menciptakan makhluk baru, yang dibentuk sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. (Emile Durkheim, Leducation Morale ( Paris : Libraire
Felix Alean, 1925), hal. 68. Untuk itu dibutuhkan sekali keselarasan antara
harapan masyarakat dengan system pengajaran. Sekolah untuk lingkungan
masyarakat militer harus berbeda dengan cara pengajaran di sekolah yang
memperuntukkan anak didiknya untuk dunia industry. Namun, disamping itu semua
hal yang paling penting dalam mengajar adalah menumbuhkan motivasi diri (self
motivation) untuk belajar. Dengan ada keinginan sendiri untuk belajar bagi para
siswa maka mereka akan bisa lebih focus terhadap pelajaran yang diberikan oleh
pengajar.
4. Faktor
lingkungan
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari
remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Begitu pula
sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan
kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja
untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang
berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
Lingkungan yang tidak menerima eksistensi para
remaja juga menjadi slah satu faktor pemicu seorang pelajar atau remaj
melakukan perbuatan-perbuatan anarki. Padahal pada usia remaja tersebut remaja
dalam taraf pencarian jati diri, dan dibutuhkan sekali dukungan dan partisipasi
warga masyarakat dilingkungan sekitar mereka berada. Hal itu bisa dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya mengadakan wadah organisasi pemuda, memberikan
apresiasi terhadap remaja yang berprestasi, melibatkan remaja dalam berbagai
kegiatan kemsyarakatan sampai dengan memberikan tanggung jawab yang lebih untuk
menjadi panitia sebuah kegiatan yang diadakan oleh masyarakat. Hal-hal tersebut
mungkin bisa diharapkan untuk meminimalisasi remaja untuk mencari
kegiatan-kegiatan negative di luar lingkungan mereka atau dengan kata lain
untuk meminimalisasi tawuran pelajar.
C.
Dampak
Perkelahian Kelompok (Tawuran)
1. Dampak positif
-
Menimbulkan
keberanian, karena tidak takut akan sesama pelajar.
- Penghargaan “rasa terhormat” terhadap seorang pelajar pada
suatu kelompok pelajar yang berkelahi.
2. Dampak Negatif
Bagi
pelajar
-
Akan dijauhi teman.
-
Menimbulkan luka fisik.
-
Tindak
pidana jika mengakibatkan luka fisik maupun kematian pada seseorang.
Bagi keluarga
-
Rasa
malu terhadap tetangga sekitar karena ulah salah satu anggota keluarga.
-
Keluarga
mendapat teguran dari dari pihak sekolah, masyarakat maupun kepolisian
Bagi Sekolah
-
Kerugian materiil yang mungkin timbul
seperti rusaknya gedung sekolah maupun peralatan lain akibat dari pelemparan
benda dari pihak lain.
-
Kerugian
yang menyangkut
nama baik sekolah dalam masyarakat maupun aparat keamanan, yakni timbulnya
kesan sekolah urakan dan menjadi pengawasan dari pihak yang berwajib.
D.
Solusi
Perkelahian Kelompok (Tawuran)
Dalam menanggulangi perkelahian
kelompok antar remaja dapat dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut:
1. Upaya preventif
Yang
dimaksud dengan upaya preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis, terrencana dan terarah untuk menjaga agar tidak terjadi perkelahian
kelompok antar pelajar. Upaya preventif yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:
Di
dalam keluarga
-
Orang
tua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama.
-
Menciptakan
kehidupan keluarga yang harmonis.
-
Adanya
kesamaan norma-norma yang di pegang, antara ayah, ibu, dan keluarga lainnya di
dalam rumah tangga dalam mendidik anaknya.
-
Memberikan
kasih sayang secara wajar kepada anak-anak.
-
Memberikan
pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan anak
remaja.
Upaya
sekolah
-
Guru
hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid.
-
Mengintensifkan
pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru yang ahli dan berwibawa serta mampu
bergaul secara harmonis dengan guru yang lain
-
Melengkapi
fasilitas sekolah dan membuat metode pembelajaran yang baik dan menyenagkan
agar siswa betah mengikuti pelajaran di sekolah.
- Mengintensifkan
bimbingan dan konseling di sekolah dengan cara mengadakan tenaga ahli
(konselor).
-
Adanya
kesamaan norma-norma yang di pegang oleh guru-guru.
Upaya masyarakat
-
Menciptakan
lingkungan yang aman, tenag, harmonis, gotong royog, menciptakan
komunikasi/sosialisasi yang baik antar individu dalam masyarakat.
2. Upaya kuratif
Yang dimaksud
upaya kuratif yaitu upaya antisipasi agar perkelahian kelompok antar remaja
tidak meluas dan merugikan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
-
Upaya
kuratif secara formal: memberikan hukuman bagi remaja yang melanggar aturan
atau norma yang berlaku.
-
Upaya
kuratif masyarakat: berorganisasi secara baik.
3. Upaya pembinaan
-
Membina
mental dan kepribadian remaja.
-
Membina
mental untuk menjadi warga Negara yang baik.
-
Memina
kepribadian yang wajar.
-
Pembinaan
ilmu pengetahuan.
-
Pembinaan
bakat-bakat khusus. Misalnya anak yang suka berkelahi di arahkan unyuk
mengikuti ekstra tekondo.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkelahian
kelompok antar remaja di dorong oleh kompensasi pembalasan terhadap
perasaan-perasaan inferior/min-pleks, untuk kemudian di tebus dalam bentuk
tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan perlakuan lebih
terhadapnya. Terdapat dua factor yang mempengaruhi perkelahian kelompok antar
remaja, diantaranya yaitu factor internal dan factor eksternal. Uapaya menanggulangi
perkelahian kelompok antar remaja tersebut dapat di lakukan melalui beberapa
upaya diantaranya upaya prefentif, kuratif dan pembinaan. Perkelahian kelompok
antar remaja tersebut akan menimbulkan dampak negative baik untuk remaja itu
sendiri maupun masyarakat.
B.
Saran
Sebaiknya orang
tua bisa memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup pada anaknya serta
melakukan pengawasan yang sewajarnya, sehingga anak mereka tidak
terjrumus dalam pergaulan yang salah. Pihak sekolah dan masyarakat juga harus
ikut mengawasi para remaja agar tidak terjadi perkelahian kelompok antar
remaja.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
(diakses pada tanggal 24 Oktober 2017)
Kartono, kartini. 2005. Kenakalan Remaja.
Jakarta: PT Raja Grfindo Persada.
Sudarso. 2004. Kenakalan Remaja. Jakarta:
Rineka Cipta.
Willis, sofyan S. 2010. Remaja dan Masalahnya.
Bandung: Alfabeta.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar